Apa
yang berkesan dari kereta api?
bagi
yang sering menggunakan kendarann ini untuk pulang ke kampung halaman, kereta
api menjadi kendaraan yang akrab setiap musim mudik. Selain murah, kereta api
menawarkan perjalanan yang terhitung cepat. Tak mengenal macet, lampu merah,
atau antrian kendaraan.
Bagi
saya, yang notabene pelanggan setia kereta api
lokal (Bandung-Cicalengka), kereta api memiliki kesan tersendiri.
Selain cepat dan murah, kereta api juga 'meriah'. Banyak hal dapat ditemukan di
kereta api lokal daerah ini seperti cerita, gurauan, kelelahan dan
keramaian. Jika menggunakan kereta api
ekonomi (dikenal sebagai KRD Ekonomi), cerita akan makin beragam. Akan ditemukan
keramaian layaknya pasar sebab banyak pedagang berlalu-lalang di sini. Para
penumpangnya adalah para pedagng atau para pekerja dari berbagai sudut daerah
yang merantau ke kota Bandung. Hal tersebut tentu menjadi kesan tersendiri.
Lalu,
apa kata sajak tentang kereta?
Saya
menemukan puisi-puisi bertemakan kereta beberapa hari ini.
Saya menemukannya secara tidak sengaja tapi cukup membuat saya terkesan setelah merenunginya.
DALAM KERETA
(Chairil
Anwar)
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo…, makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada
15 Maret 1944
PERTANYAAN DI STASIUN KERETA
(Wan anwar)
jika timur itu hari depan, mengapa
laju kereta kembali ke masa silam
bahwa stasiun ini peninggalan
residen, tentu saja kami tahu
juga deret pohon asam, irigasi, dan
gedung-gedung pemerintahan
begitulah, bukankah tuan-tuan hanya
sanggup membangun mall
jurang antara cahaya lampu kristal
dan temaram perkampungan
kami hamba tuan-tuan, sudah lama
bosan dalam penantian
tuan-tuan mengobral janji,
mengganggu tidur dan mimpi kami
maka kini izinkan kami bertanya,
peti-peti yang siang malam diangkut kereta
milik siapa? kemilau lampu di jalan
raya untuk siapa!
kami tahu tuan-tuan tak akan
menjawab, karena tuan-tuan
sedang meluncur ke masa silam, jadi
izinkan kami mendakwa
kami tak tahan lagi mendengar dan
menyaksikan mulut tuan-tuan
berbusa, nganga, dan amat hina
2005
Saya
pun menemukan suasana kereta api dan stasiun di
puisi-puisi karya Dorothea Rosa Herliany. Puisi-puisi tersebut berbentuk
Haiku (puisi Jepang dengan pola 5-8-5).
3.
Kereta gagu
Merambati rel bisu
Menjangkau rindu
8
Di peron itu
Kutuliskan syairku
Bukan untukmu
Tampaknya,
kereta api, peron,, stasiun selalu mengundang kesan penantian dan peerjalanan
panjang.
Dalam
puisinya, Chairil melukiskan dukanya yang menjerit seperti lengking kereta.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sementara
Wan Anwar menggambarkn kereta sebagai penegas ruang dan waktu. Sebuah kereta
(ruang) yang seharusnya melaju ke timur namun ternyata kembali ke masa silam
(waktu).
Jika timur itu hari depan, mengapa
laju kereta kembali ke masa silam
Dorothea
Rosa Herliany menggambarkan suasana hening dan sendu dalam dua Haikku-nya.
3.
Kereta gagu
Merambati rel bisu
Menjangkau rindu
Menarik! Setelah menemukan puisi-puisi tentang kereta, saya seakan diajak berpikir. Selalu ada bahan perenungan panjang yang dapat kita tangkap di kehidupan
sekitar. Semua hal yang tampak atau pun tidak di sekeliling kita adalah tanda
yang (mestinya) mampu kita baca. Manusia dengan kemampuan indera serta akalnya
tentu dituntut untuk peka terhadap beragam penciptaan. Mereka yang telah
membuktikannya mampu menyajikan perenungan tersebut ke dalam beragam karya
salah satunya adalah sajak atau puisi. Kereta yang mungkin terlihat biasa
ternyata mampu dijadikan sumber sajak tersebut.
Selamat
merenung, selamat berkereta!
(Bandung, 2012)
4 komentar:
terkadang hanya untuk membeli alat tulis aku sampai pergi ke toko yang terletak di stasiun kereta api karena begitu cintanya pada tempat itu.
stasiun tak pernah bosan menjadi saksi kisah-kisah perpisahan yang memilukan
coba sesekali liat beberapa puisi Setiyo Bardono, seorang TRAINner ( penumpang KRL ) dimana kumpulan puisi/ cerpennya nggak jauh dari kereta....
ternyata menulis itu gampang, kisah dikeretapun akan menjadi perjalanan dalam menulis kita. izin share iya...
KESAN
Lampu tergantung menjadi pancang,
tak berayun
menyirami goresan pena
yang terus menari
sementara kertas tanpa pias berserah pasrah
Bertemumu adalah anugerah
merekat ukhuwah menjadi ikhwah
usiaku meluruh belia
saat sekat tercerabut lekat
Dua jam yang memikat
sahabat satu-satu merapat
meski tak tetap saat
senyum tulus menghias ikhlas
dalam diam, kagumku bertahta
Meski tak sekental
puncak halaqah pramilenial
tazkiah telah berbuah
mengguris sipu
pada langkahku yang kian jingga
Posting Komentar