05 Mei 2012

Dapur


Ibu mengajariku cara mengaduk pilu dan rindu di dadaku
jadi bekal perjalanan panjang

Dalam dapur, kami mengeja udara dan menerjemahkan lukaluka
jadi nyanyi di atas api, panci dan kuali
Pagi ini jendela terbuka dan cahaya matahari mencucuk ujung mata
Ibuku masih bernyanyi sambil sesekali menciumi pipi
dan ubun-ubunku

Ibu meracik bumbu serupa restu pada asap
mengepul di penggorengan
Lalu menumbuk waktu yang ngilu dalam petuah berhamburan

Ratusan doa di atas meja menjelma aroma
daun bawang dan wangi kaldu ayam
terhirup demikian khidmat menelusup degup jantung
dan alir darah merah
Sekian saat lagi masakan akan matang dan mendarat di piring bening

Ah!
Sedangkan di rongga dadanya telah kulihat nganga yang parah
dan kian bernanah.
Senyumnya masih merekah semerah tomat dalam kuah

Dalam dapur, ribuan duka telah tersaji
jadi hidangan rasa air mata. Siap kubawa pergi.




(Bandung, 2011)


*Puisi ini menjadi juara 2 lomba tulis puisi Grafika UPI 2011

0 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.