Ibu mengajariku cara mengaduk pilu dan rindu di dadaku
jadi bekal perjalanan panjang
Dalam dapur, kami mengeja udara dan menerjemahkan lukaluka
jadi nyanyi di atas api, panci dan kuali
Pagi ini jendela terbuka dan cahaya matahari mencucuk ujung mata
Ibuku masih bernyanyi sambil sesekali menciumi pipi
dan ubun-ubunku
Ibu meracik bumbu serupa restu pada asap
mengepul di penggorengan
Lalu menumbuk waktu yang ngilu dalam petuah berhamburan
Ratusan doa di atas meja menjelma aroma
daun bawang dan wangi kaldu ayam
terhirup demikian khidmat menelusup degup jantung
dan alir darah merah
Sekian saat lagi masakan akan matang dan mendarat di piring bening
Ah!
Sedangkan di rongga dadanya telah kulihat nganga yang parah
dan kian bernanah.
Senyumnya masih merekah semerah tomat dalam kuah
Dalam dapur, ribuan duka telah tersaji
jadi hidangan rasa air mata. Siap kubawa pergi.
(Bandung, 2011)
*Puisi ini menjadi juara 2 lomba tulis puisi Grafika UPI 2011
0 komentar:
Posting Komentar