Ia merasa semua cerita
yang ia semburkan kepadaku akan berakhir bahagia seperti dongeng putri salju
atau Cinderella.
Mungkin pula ia merasa
ceritanya akan baik-baik saja seperti sinetron picisan di layar kaca.
Jika bukan matanya
yang bulat itulah kengerian, mungkin nada bicaranya, tatapannya, atau
dirinyalah!
Aku lupa mengatakan “hati-hati”
saat kami menyantap bebek bakar di pinggir jalan yang basah dihampiri hujan.
Mungkin dongengnya
adalah duri yang tertelan saat ia mengulum daging
:Ia merasa tak ada
apa-apa selain wajahku yang pasi seperti sepiring nasi.
Oh, adakah yang
tertukar di meja kami?
Sebab ia merasa
kutukan ini pun adalah dongeng. Ancaman ini hanyalah dongeng.
Bahkan mungkin
sebenarnya ia tak ingat telah melemparkanku ke sebuah ngarai yang terjal dan
rahasia.
Ia terus
berdongeng sambil mengacungkan pisau.
Dan tak mengizinkanku
menutup telinga.
(Maret, 2013)
0 komentar:
Posting Komentar