20 Juni 2019

Kemarau

Kemarau berulang membakar kemungkinan, sekali lagi memanggang harapan yang menyeruak di dada kita.
Mesti berulang kita tumbuhkan asa sambil sesekali menengok lebam dan nganga yang menyebar ke seluruh badan.
Jiwa kita pun adalah lubang-lubang yang kerontang memanjang di tanah gersang. Di celah-celahnya, duka berembus jadi jerit rasa sakit yang selalu coba kita benamkan. Melengking tajam.
Kita pun jadi dua orang petani yang memandang ladang kekeringan.
Penghujan masih jauh, dan kita telah jadi dua orang rapuh dengan luka-luka yang melepuh. Belukar dalam jiwa telah hangus diberangus usia
dan harapan jadi kelangkaan yang menerus ditimbulkan cuaca.
Dari sudut sunyiku itu kualirkanlah air mata ke jantungmu, kau alirkan ke jantungku. Supaya padam semua bara, supaya redam semua tanya "sampai kapankah ia?".
Kaki kita telah sama-sama patah dan pasrah. Namun hidup terus melaju dan enggan menunggu.
Namun jalan mesti kita tempuh walau
darah mengucur dari urat keraguan itu.
Sampai di titik itu, adakah  lagi yang mesti teguh kita genggam selain percaya
bahwa musim kan berganti rupa?
Sebelum topan kembali tiba, kau dan aku baiknya coba berani pulihkan diri.
Duka-duka itu pun ibarat bekal yang mesti kita bagi bersama.
Musim kelak kan beranjak, ladang akan kembali menghijau.
Selama itu, pastikan kau dan aku tak akan pernah
saling meninggalkan atau
membiarkan berjalan sendirian.
(2019)

3 komentar:

diyday mengatakan...

kayaknya saatnya mutar lagu "Kemarau" dari Prambors

Nurul Maria Sisilia mengatakan...

Wah! Siap. Pas nih, lagi musim kemarau. :)

Nurul Maria Sisilia mengatakan...

Wah! Siap. Pas nih, lagi musim kemarau. :)

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.