Pertanyaan pamungkas saat kehabisan bahan pembicaraan itu kini menemukan tempatnya bagiku. Sudah sekian lama tidak menulis lalu tiba-tiba saja Juni menyapa kembali di sudut jendela bersama cuaca yang sedang ganas-ganasnya. Angin musim ini terasa sama seperti musim gersang yang lalu. Kau merasakannya? Ia kini juga mengeringkan lukaku; harapan dan cita-cita yang sempat mekar perlahan layu kembali. Ah, tiba-tiba bercerita begitu.
Pagi itu, iseng kutelaah perjalananku sendiri lewat jurnal dan pengingat-pengingat penting pribadi. Sialnya, setelahnya, memori demi memori dengan beringas berkelebat di kepala. Tajam jarum jam ikut mendesak kesadaranku pada Juni yang silam, di dua-tiga-empat tahun yang lewat.
Lantas, aku menyadari ternyata roda seakan berputar
masih pada pusat yang sama. Jalan cerita yang disajikan semesta pun nyaris serupa. Tentang kembali menulis di sini dan dengan tergagap-gagap mencoba bercerita. Tentang kembali menyentuh kuas dan cat aneka warna namun melulu gagal membentuk rupa. Tentang kembali jatuh hati tapi perlahan patah lagi. Kembali berjalan dan berpindah namun akhirnya tetap diam di tempat. Kembali bertemu setelah sekian lama namun kemudian berpisah. Tentang semua yang diupayakan berkecambah namun kembali urung jadi tunas.
Aku pun menelisik saat-saat yang baru dilalui, kini dengan penuh perasaan cemas. Barangkali, semua duka akan kembali nganga dan kemungkinan akan kembali sembuh dalam waktu yang lama. Di titik itu,
pertanyaan mendesak dada. Mengapa semua datang berulang? Lagi-lagi datang dengan pola yang demikian wujudnya.
Kamu pernah merasa demikian?
Lagi-lagi jatuh, lagi-lagi rubuh. Berulang harus berdiri untuk tak lama ambruk lagi. Pertanyaan membenturkan dirinya di dinding nalarku. Apa yang sedang semesta upayakan untukku?
Jika kau merasa serupa, kukatakan "Kau tak sendirian".
Berbaik sangka saja, mungkin Tuhan tahu langkah kita belum sekuat yang Dia harap, maka berkali-kali Dia berikan jalan yang terjal berliku biar kau dan aku mau sedikit lagi berupaya. Ia memberi pupuk dan air supaya kelak kau dan aku tumbuh bersama akar yang kuat menancap. Semoga.
Juni masih merambat ke relung jantung bersama cuaca yang garang kerontang. Mungkin ia merambah pula ke kesedihan yang mampat di ujung mata. Tak apa. Rebah dan menangis saja selagi bisa. Mungkin air mata itu jadi hujan bagi kemarau di jiwa kita. Setelahnya, mari bersama menimbang dan memutuskan langkah yang hendak dipijak. Semoga kau dan aku mau terus berjuang dan bertahan bersama.
Mari terus berjalan! :')
"Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti... "
(Banda Neira)
0 komentar:
Posting Komentar