21 Februari 2014

From Salman with Love

Sore tadi, saya dan kawan saya Dyah Setyowati Anggrahita berencana hadir di Ganesa Film Festival esok (22/2). Sebelum ke tempat acara, kami akan janjian di masjid Salman. Lalu, terbersit dalam pikiran saya, “kemarin saya ke Salman, besok ke Salman, nanti ke Salman lagi”.hehe. Ya, tempat itu sungguh berkesan buat saya. Selain sering saya kunjungi juga karena menghadirkan banyak kenangan.
Tebak berapa lama saya jadi “kuncen” Masjid Salman ITB? Lima tahun! Padahal saya bukan civitas ITB atau tergabung di salah satu unit Salman. Saya, hanya pegiat FLP Bandung (yang memang tertakdir belum punya kesekretariatan dan harus terus betah nongkrong di Salman). Namun bagi saya, waktu lima tahun di Salman adalah waktu-waktu paling romantis yang selalu saya nikmati. Banyak hal yang saya dapatkan seperti keluarga, sahabat, kesempatan, dan tentu saja ilmu. Dalam satu minggu, saya “apel” di Salman sebanyak dua kali. Kamis ketika Kamisan dan Sabtu ketika mentoring. Jika FLP sedang mengadakan kegiatan, Salman tentu jadi tempat berkumpul. Maka, jadwal ngapel di Salman bertambah jadi tiga atau empat kali. Karena begitu sering bertandang ke masjid yang arsiteknya sama dengan arsitek Masjid Al-furqon UPI ini, saya iseng menyebut diri saya sebagai mahasiswa Masjid Salman. Bukan mahasiswa UPI, Unpad atau ITB. :D
Pertemuan Pertama dengan Salman
Saya ingat tanggal itu, 9 oktober lima tahun yang lalu, adalah hari pertama kali saya mendarat di Salman. Sebelumnya, saya yang ingin bergabung dengan FLP Bandung menanyakan tempat biasa FLP mengadakan diskusi. Saat itu, Teh Sri Al hidayati yang memberitahu bahwa Kamisan (rutinan FLP Bandung) diadakan di selasar timur masjid Salman ITB —Oh, ketahuilah, “selasar timur masjid Salman ITB” kelak jadi penunjuk tempat yang paling saya akrabi. Segeralah saya menuju tempat itu sepulang kuliah. Agak sulit menemukan lingkaran FLP Bandung sebab ternyta banyak juga lingkaran di sepanjang selasar. Ada yang rapat, diskusi, dan les. Akhirnya setelah menghubungi Teh Sri, saya mendapatkan lingkaran FLP Bandung. Nah, dari situlah semua bergulir. Semakin sering saya mampir ke Salman, semakin kangen kalau tak ke sana. :D

(Menara Masjid Salman ITB. Gambar ini milik: T’ Sri Al Hidayati)
Salman dan lingkaran paling hangat
Seperti yang diceritakan di atas, dari lingkaran FLP Bandunglah saya mengenal Salman. Atau, Salmanlah yang mengenalkan saya pada FLP Bandung. Atau keduanya? Ah, hubungan yang penuh harmoni. FLP Bandung dan Salman tidak dapat saya pisahkan dalam kisah hidup saya. Keduanya sama penting, keduanya sama indah.
Lingkaran FLP Bandung saya rasa adalah lingkaran paling hangat yang menghuni selasar timur masjid Salman ITB (fasih sekali bukan saya ngajengjrengkeun nama tempat ini?haha). Ketika lingkaran yang lain berkisar antara dua atau tiga orang, pernah lingkaran FLP mencapai dua puluh orang. Bayangkan sebesar apa lingkaran kami di Salman. Lingkaran kami “menyabotase” jalan di selasar. Lalu, sehabis magrib, lingkaran FLP Bandung masih hangat dengan diskusi ringan selepas Kamisan. Bahkan jika sedang menggelar rapat, lingkaran bertahan sampai diusir penjaga masjid. :D
FLP Bandung mewarnai Salman lewat aktivitas sastra dan literasi. Selain Kamisan dan mentoring, FLP Bandung juga sering melingkar di area rumput untuk mentoring puisi. Kami membawa sajak dan mengapresiasinya. Tak jarang, mentor kami kang Adew membawa gitar kesayangannya, “neng Gita”, lalu kami latihan musikalisasi puisi di sebuah tempat duduk di dekat ruang Ustman.
Apapun yang terjadi, lingkaran FLP Bandung telah menjadi lingkaran paling akrab yang saya kenal dan itu terjadi di Salman. :)

(“Suasana Kamisan FLP Bandung”. Sumber: Dokumentasi Kamisan)
Bersama pegiat Salman
Saya tetap mencintai masjid ini beserta seluruh unitnya meski saya (dan FLP Bandung) tidak juga resmi jadi bagian masjid ini. Tapi, lihatlah bagaimana FLP Bandung dan unit-unit di Salman bersinergi. Kami bersaudara dalam kegiatan dan tentu saja dalam Islam. Bahagia rasanya bisa saling mengenal dan berkegiatan bersama. Tak jarang, FLP Bandung dan Salman saling beririsan dengan bermacam cara. Beberapa di antaranya adalah karena pekerjaan, aktivitas, dan pernikahan.
Hubungan FLP Bandung dengan Korsa dibangun karena ada anggota FLP Bandung yang menikah dengan punggawa Korsa. Ada kang Hendra Veejay yang juga jadi bagian dari Salman Film karena beliau juga aktivis film. Terakhir, ada kang Haflah di Salman Reading Corner. Beliau ada di situ karena memang pustakawan di sana.

(FLP Bandung bersama AKSARA Salman ITB saat bincang buku Almh. Nurul F. Huda)
Teh manis dan kopi, Kantin Salman, dan ISTEK.
Inilah serangkaian “penyambung hidup" teristimewa di Salman. Sejak ada teh manis dan kopi gratis di Salman, saya makin betah berada di sana. Sering saya membawa botol minum kosong untuk kemudian diisi kopi atau teh manis di Salman sampai penuh. Ehehe. Itu tak separah cerita salah seorang teman saya yang tanpa sadar membawa pulang cangkir kopi di Salman. Ada lagi, sebelum Kamisan atau mentoring, saya membeli konsumsi di ISTEK. Masih lapar? Perlu makanan berat? Datang saja ke kantin Salman. :D
Ramadhan di Salman
Bagi saya, ini adalah puncak syukur saya karena telah lama beraktivitas di Salman --sebuah masjid, rumah Allah-- yakni I’tikaf di masjid yang sudah sekian lama memberikan banyak cerita buat saya. Maka tahun 2013 lalu, saya mencoba I;tikaf di Salman. Selama ramadhan inilah, saya merasa, Salman lebih syahdu dari biasanya. Makin banyak orang berkegiatan di sini. Oh, iya, duha di Salman adalah waktu yang paling teduh! Damai sekali.


(“I’tikaf di Salman bersama Teh Sri Al Hidayati”. Dokumentasi pribados ^_^)
From Salman with Love
Sampai saat ini, saya masih mengikatkan hati dengan masjid ini. Misalnya, saat saya ada kuliah di Unpad kampus Dipatiukur saya akan menyengaja mampir dulu ke Salman untuk ngopi dan jajan kentang arab karena baru akan masuk kuliah siang harinya. Atau, kalau tugas saya belum selesai, saya akan datang ke Salman lebih pagi lalu numpang daring (online) di sana. Biasanya, teman sekelas saya bertanya, “Dari mana, Rul?”. Saya tentu akan menjawab “Dari Salman, ngopi gratis” :D
Salman sudah menghadirkan banyak cinta selama lima tahun. Alhamdulillah. Saya sangat bersyukur menjadi bagian darinya. Saya juga bersyukur bisa berkegiatan di sana. Saya menganggap, apa yang saya lakukan selama ini di Masjid Salman adalah bentuk usaha memakmurkan masjid. Menjadikan masjid sebagai pusat beragam aktivitas keislaman. :)
Alhamdulillah. Salman memberi saudara, keluarga, ilmu, dan rezeki. Satu lagi hal yang sepertinya sangat mungkin didapatkan melalui perantara masjid Salman: jodoh! #eaa

Alhamdulillah wa syukurillah.. ^___^

0 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.