Akhir-akhir ini saya
menyadari bahwa pertemuan adalah sebuah kejadian yang ajaib. Pertemuan ibarat
jalin-jalin benang yang saling menyambung begitu panjang lalu berujung di suatu
sisi. Di ujung jalinan itulah, sebuah keajaiban terjadi. Hal ini saya sadari
saat beberapa waktu lalu saya mengetahui bahwa rekan saya di FLP Bandung, Lucky
Natawiria, kenal dekat dengan Billy Rizal Hidayat. Billy adalah teman sekelas
saya saat saya duduk di kelas 3A SMP Negeri 1 Cicalengka. Nyaris 10 tahun kami
tidak bertemu setelah masing-masing lulus dari sekolah menengah pertama itu.
Yang mengejutkan, ternyata Billy ingin bergabung dengan FLP Bandung setelah
berbincang dengan Lucky tentang komunitas kepenulisan tersebut. Hal serupa
terjadi saat saya bertemu dengan Eriyana Reza, sahabat saya di SMP Negeri 1
Cicalengka juga, di Unpad. Eri, demikian saya menyebut beliau, ternyata kenal
akrab dengan Tirena Oktaviani, perempuan penyair yang saya kagumi. Saya pun
kembali bertemu dengan Bung Kamal, rekan sekelas saya di kampus, saat saya ikut
kursus Bahasa Prancis bersama Nita. Rupanya, ia telah kenal dengan Nita rekan
sekelas saya di SMA itu. Tiga pertemuan itu terasa sangat ajaib karena
masing-masing pertemuan membawa kejutan bagi saya. Ketiganya membuat saya
merasa dunia begitu sempit. Terkait dengan "dunia yang menyempit",
saya pun teringat pertemuan saya dengan Fiersa Besari, musisi muda asal Bandung
yang saya kenal sekira tahun 2012 saat saya mengerjakan skripsi, sahabat Bung
Aldi Perdana. Saat itu, beliau ikut singgah di Cicalengka bersama kawan-kawan
komunitas seribu guru Bandung bulan April 2015 (tiga tahun setelah saya
mengenal beliau karena skripsi!). Beliau berkata, "Bukan dunia yang
menyempit, mungkin langkah kita yang meluas".
Hati yang (Kembali) Bersatu
Pertemuan saya
dengan Utami Dewi, Teh Nayu Irawati, Teh Dewi Erita, dan Ceu Siti 'Tiz' Hamidah
di Kuliah Kepenulisan II FLP Bandung rupaya bukan sekadar kembali bertemu
setelah sekian lama saling kenal di bangku kuliah. Bagi saya, kami kembali
bersatu dalam wadah FLP Bandung. Ada yang mempersatukan kami lebih dari sebatas
pertemuan fisik: temu rupa, jabat tangan, dan sapaan. Kami kembali saling
mengenal dan kali ini dalam pencapaian yang berbeda. Pertemuan pertama saya
dengan Tami, demikian saya menyapa Utami Dewi, adalah saat saya menjadi
moderator di acara bedah buku di sekolahnya. Selepas acara, ia dengan antusias
mendatangai saya dan pembicara sebab masih belum puas dengan jawaban atas
pertanyaan yang ia lontarkan di forum. Lalu, Teh Nayu adalah kakak tingkat yang
saya kenal saat saya bergabung dengan Kelompok Studi Palestina (KSP) di kampus.
Sebelumnya saya pun mengenal beliau di LDK UKDM UPI. Lain lagi dengan Teh Dewi
Erita. Ia adalah partner sparring saya di UKM bela diri Thifan Po Khan. Saya masih
ingat betapa sabarnya beliau mengarahkan tendangan dan pukulan saya yang selalu
tidak lurus, kurang tenaga, bahkan meleset.
Lain lagi dengan Tiz, demikian panggilan akrab Siti Hamidah. Ia adalah
rekan sekelas saya di UPI. Kami memang tidak banyak ngobrol saat itu. Namun,
saya masih ingat satu momen yang mengesankan. Di suatu mata kuliah sang dosen
memberi permainan. Para mahasiswa diminta memberikan kertas berbentuk hati bagi
teman yang disayangi. Dan saya dapat (satu-satunya) kertas berbentuk hati itu
dari Tiz! Di balik kertas, ia bilang bahwa saya adalah teman yang asik diajak
ngobrol dan kami punya kegemaran yang sama. Sampai saat ini, masih saya simpan
kertas bergambar hati itu, lho.
Pertemuan kembali
kami tentu menyisakan kenangan yang berbeda tentang pertemuan-pertemuan kami
sebelumnya. Di antara yang lain, Tiz tentu jadi orang paling tahu bagaimana
"culunnya" saya selama menjadi rekan sekelasnya di kampus. Namun hal
itu rupanya menjadi pemanis pertemuan
kembali kami saat ini. Kami sama-sama tahu bahwa kami sedang sama-sama tumbuh dan berkembang. Saat
bertemu di Kuliah Kepenulisan FLP Bandung, kami sama-sama berkeinginan untuk
belajar menjadi penulis. Hal serupa terjadi saat saya bergabung di LSM
Frekuensi. Saya mengenal Esti, Dede, Resti, Teh Lia, Teh Elis, Teh Mida, Dian,
Itep, Nita, dll. sejak kami duduk di bangku SMA. Kami masih menyimpan kenangan
atas diri kami masing-masing di bangku sekolah menengah itu. Di antara
semuanya, Nita tentu jadi orang yang paling tahu "keburukan" saya
selama menjadi teman sekelasnya, teman satu ekstrakulikuler, dan teman satu
kontingen Porseni tingkat kabupaten. Namun, sekali lagi, itulah pemanis
hubungan kami saat ini. Saat kami kembali bertemu dan bersatu kami sama-sama
mengukur diri, menakar perkembangan diri masing-masing. Maka saya bersyukur
pertemuan kembali saya dengan teman-teman saya di SMA ini tak sekadar pertemuan
fisik tapi juga batin, pikiran, dan jiwa. Kami sedang bersatu kembali demi hal
yang lebih besar dari pertemuan itu sendiri yakni ide, mimpi, dan cita-cita.
Sesederhana Pertemuan
Seringkali alasan
saya memenuhi undangan rapat organisasi, rapat guru di sekolah, atau pertemuan
lain yang terdengar begitu formal bukan 100 persen karena merasa berkepentingan
dengan agenda tersebut. Separuh dari niat saya adalah untuk menuntaskan rasa kangen
saya pada rekan-rekan saya di organisasi atau sekolah serta para siswa. Maka,
jika berkali-kali diajak halal bi halal saat Lebaran pun agaknya saya akan
sangat antusias sebab artinya saya semakin diberi kesempatan bertemu dan
menuntaskan rindu pada teman-teman lama. Saya percaya bahwa pertemuan,
sesederhana apapun, selalu mampu menumbuhkan semangat dan kekuatan di hati
masing-masing bahkan mampu menyembuhkan luka masa lalu. Pertemuan, sebuah hal
sederhana itu, akan mampu membuka kembali pintu-pintu kenangan yang lama
tertutup. Pun pintu kebersamaan yang lama terkunci dan hilang kuncinya. Demi
hal itu, saat bertemu baiknya hati kita lebar terbuka bersama maaf dan lapang
dada supaya tiada lagi celah kehilangan itu datang, bukan?. Setelah pertemuan
itulah, saya kira, jiwa kita akan kembali bersatu. Ah, betapa ajaibnya sebuah
pertemuan itu, menurut saya. Ia rupanya tak bisa digantikan dengan pertemuan
maya di media sosial atau media komunikasi lain semacam WhatsApp atau BBM.
Jadi?
Yuk, bertemu dan
berbagi cerita. Tak lupa sediakan secangkir kopi, buku, dan puisi. :-)
gambar dari sini |
3 komentar:
Indahnya pertemuan. :)
Saya selalu bertemu dengan orang yang saya pikirkan dengan cara tidak terduga :-)
Top Markotop
Posting Komentar