23 Juli 2015

Sesederhana Pertemuan

Akhir-akhir ini saya menyadari bahwa pertemuan adalah sebuah kejadian yang ajaib. Pertemuan ibarat jalin-jalin benang yang saling menyambung begitu panjang lalu berujung di suatu sisi. Di ujung jalinan itulah, sebuah keajaiban terjadi. Hal ini saya sadari saat beberapa waktu lalu saya mengetahui bahwa rekan saya di FLP Bandung, Lucky Natawiria, kenal dekat dengan Billy Rizal Hidayat. Billy adalah teman sekelas saya saat saya duduk di kelas 3A SMP Negeri 1 Cicalengka. Nyaris 10 tahun kami tidak bertemu setelah masing-masing lulus dari sekolah menengah pertama itu. Yang mengejutkan, ternyata Billy ingin bergabung dengan FLP Bandung setelah berbincang dengan Lucky tentang komunitas kepenulisan tersebut. Hal serupa terjadi saat saya bertemu dengan Eriyana Reza, sahabat saya di SMP Negeri 1 Cicalengka juga, di Unpad. Eri, demikian saya menyebut beliau, ternyata kenal akrab dengan Tirena Oktaviani, perempuan penyair yang saya kagumi. Saya pun kembali bertemu dengan Bung Kamal, rekan sekelas saya di kampus, saat saya ikut kursus Bahasa Prancis bersama Nita. Rupanya, ia telah kenal dengan Nita rekan sekelas saya di SMA itu. Tiga pertemuan itu terasa sangat ajaib karena masing-masing pertemuan membawa kejutan bagi saya. Ketiganya membuat saya merasa dunia begitu sempit. Terkait dengan "dunia yang menyempit", saya pun teringat pertemuan saya dengan Fiersa Besari, musisi muda asal Bandung yang saya kenal sekira tahun 2012 saat saya mengerjakan skripsi, sahabat Bung Aldi Perdana. Saat itu, beliau ikut singgah di Cicalengka bersama kawan-kawan komunitas seribu guru Bandung bulan April 2015 (tiga tahun setelah saya mengenal beliau karena skripsi!). Beliau berkata, "Bukan dunia yang menyempit, mungkin langkah kita yang meluas".

Hati yang (Kembali) Bersatu
Pertemuan saya dengan Utami Dewi, Teh Nayu Irawati, Teh Dewi Erita, dan Ceu Siti 'Tiz' Hamidah di Kuliah Kepenulisan II FLP Bandung rupaya bukan sekadar kembali bertemu setelah sekian lama saling kenal di bangku kuliah. Bagi saya, kami kembali bersatu dalam wadah FLP Bandung. Ada yang mempersatukan kami lebih dari sebatas pertemuan fisik: temu rupa, jabat tangan, dan sapaan. Kami kembali saling mengenal dan kali ini dalam pencapaian yang berbeda. Pertemuan pertama saya dengan Tami, demikian saya menyapa Utami Dewi, adalah saat saya menjadi moderator di acara bedah buku di sekolahnya. Selepas acara, ia dengan antusias mendatangai saya dan pembicara sebab masih belum puas dengan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan di forum. Lalu, Teh Nayu adalah kakak tingkat yang saya kenal saat saya bergabung dengan Kelompok Studi Palestina (KSP) di kampus. Sebelumnya saya pun mengenal beliau di LDK UKDM UPI. Lain lagi dengan Teh Dewi Erita. Ia adalah partner sparring saya di UKM bela diri Thifan Po Khan. Saya masih ingat betapa sabarnya beliau mengarahkan tendangan dan pukulan saya yang selalu tidak lurus, kurang tenaga, bahkan meleset.  Lain lagi dengan Tiz, demikian panggilan akrab Siti Hamidah. Ia adalah rekan sekelas saya di UPI. Kami memang tidak banyak ngobrol saat itu. Namun, saya masih ingat satu momen yang mengesankan. Di suatu mata kuliah sang dosen memberi permainan. Para mahasiswa diminta memberikan kertas berbentuk hati bagi teman yang disayangi. Dan saya dapat (satu-satunya) kertas berbentuk hati itu dari Tiz! Di balik kertas, ia bilang bahwa saya adalah teman yang asik diajak ngobrol dan kami punya kegemaran yang sama. Sampai saat ini, masih saya simpan kertas bergambar hati itu, lho.

Pertemuan kembali kami tentu menyisakan kenangan yang berbeda tentang pertemuan-pertemuan kami sebelumnya. Di antara yang lain, Tiz tentu jadi orang paling tahu bagaimana "culunnya" saya selama menjadi rekan sekelasnya di kampus. Namun hal itu  rupanya menjadi pemanis pertemuan kembali kami saat ini. Kami sama-sama tahu bahwa kami  sedang sama-sama tumbuh dan berkembang. Saat bertemu di Kuliah Kepenulisan FLP Bandung, kami sama-sama berkeinginan untuk belajar menjadi penulis. Hal serupa terjadi saat saya bergabung di LSM Frekuensi. Saya mengenal Esti, Dede, Resti, Teh Lia, Teh Elis, Teh Mida, Dian, Itep, Nita, dll. sejak kami duduk di bangku SMA. Kami masih menyimpan kenangan atas diri kami masing-masing di bangku sekolah menengah itu. Di antara semuanya, Nita tentu jadi orang yang paling tahu "keburukan" saya selama menjadi teman sekelasnya, teman satu ekstrakulikuler, dan teman satu kontingen Porseni tingkat kabupaten. Namun, sekali lagi, itulah pemanis hubungan kami saat ini. Saat kami kembali bertemu dan bersatu kami sama-sama mengukur diri, menakar perkembangan diri masing-masing. Maka saya bersyukur pertemuan kembali saya dengan teman-teman saya di SMA ini tak sekadar pertemuan fisik tapi juga batin, pikiran, dan jiwa. Kami sedang bersatu kembali demi hal yang lebih besar dari pertemuan itu sendiri yakni ide, mimpi, dan cita-cita.

Sesederhana Pertemuan
Seringkali alasan saya memenuhi undangan rapat organisasi, rapat guru di sekolah, atau pertemuan lain yang terdengar begitu formal bukan 100 persen karena merasa berkepentingan dengan agenda tersebut. Separuh dari niat saya adalah untuk menuntaskan rasa kangen saya pada rekan-rekan saya di organisasi atau sekolah serta para siswa. Maka, jika berkali-kali diajak halal bi halal saat Lebaran pun agaknya saya akan sangat antusias sebab artinya saya semakin diberi kesempatan bertemu dan menuntaskan rindu pada teman-teman lama. Saya percaya bahwa pertemuan, sesederhana apapun, selalu mampu menumbuhkan semangat dan kekuatan di hati masing-masing bahkan mampu menyembuhkan luka masa lalu. Pertemuan, sebuah hal sederhana itu, akan mampu membuka kembali pintu-pintu kenangan yang lama tertutup. Pun pintu kebersamaan yang lama terkunci dan hilang kuncinya. Demi hal itu, saat bertemu baiknya hati kita lebar terbuka bersama maaf dan lapang dada supaya tiada lagi celah kehilangan itu datang, bukan?. Setelah pertemuan itulah, saya kira, jiwa kita akan kembali bersatu. Ah, betapa ajaibnya sebuah pertemuan itu, menurut saya. Ia rupanya tak bisa digantikan dengan pertemuan maya di media sosial atau media komunikasi lain semacam WhatsApp atau BBM.


Jadi?

Yuk, bertemu dan berbagi cerita. Tak lupa sediakan secangkir kopi, buku, dan puisi. :-)

gambar dari sini

3 komentar:

Benang Rajut mengatakan...

Indahnya pertemuan. :)

Unknown mengatakan...

Saya selalu bertemu dengan orang yang saya pikirkan dengan cara tidak terduga :-)

Anonim mengatakan...

Top Markotop

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.