[Jurnal #3 yang aduhai]
Dua postingan saya terdahulu membicarakan hal-hal yang terjadi di kehidupan masa kecil saya. Tepatnya nostalgia saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun, mengapa saya senang bernostalgia? Hal-hal nostalgia seringkali menyeruak dalam ingatan sebab, salah satunya, merasa bahwa situasi di sekitar saya saat ini sungguh tidak lebih bersahabat dibanding di masa silam.
Dua postingan saya terdahulu membicarakan hal-hal yang terjadi di kehidupan masa kecil saya. Tepatnya nostalgia saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun, mengapa saya senang bernostalgia? Hal-hal nostalgia seringkali menyeruak dalam ingatan sebab, salah satunya, merasa bahwa situasi di sekitar saya saat ini sungguh tidak lebih bersahabat dibanding di masa silam.
Saya lantas mengenang
dan menghayati kembali perasaan-perasaan yang muncul di masa-masa tersebut.
Mungkin tampaknya bukan saya saja yang merasa demikian. Banyak orang yang
merasakan nostalgia pada masa-masa itu. Tak heran jika mereka yang bernostalgia
berpadu menjadi satu, sama-sama mengenang kebahagiaan di masa lampau, dan
merasa bangga sebab lahir dan hidup di masa itu. Mereka saat ini berpadu dalam
sebuah komunitas di media sosoial dan sama-sama membagikan kenangan masa silam.
Tentu saja, tak ada
yang salah dengan sebuah nostalgia. Saya pun mendapatkan kebahagiaan saat
mengenang hal-hal manis yang terjadi di tahun-tahun 90-an. Hal yang kemudian
menjadi menarik adalah kerinduan atas sebuah zaman tersebut seakan muncul
berbarengan. Hal yang kemudian saya pertanyakan pada diri saya adalah mengapa
kita bernostalgia? Mengapa generasi milenial senang mengenang masa gemilangnya
yakni era 90-an?
Gambar dari sini |
***
Dalam penjelasannya
mengenai nostalgia di laman TED-Ed, Clay
Routledge menerangkan bahwa nostalgia berasal dari bahasa Yunani
"Nostos" yang berarti "pulang kembali ke rumah" dan
"algos" yang berarti "sakit". Hal ini berkaitan dengan
muasal ditemukannya istilah nostalgia oleh seseorang bernama Johannes Hofer pada tahun 1688. Saat
itu, ia yang merupakan tenaga medis, merawat para tentara Swiss yang cidera di
Perancis. Ia menemukan bahwa para
tentara tersebut sering mengalami keinginan kuat untuk kembali ke tanah
kelahiran sebab telah terpisah dari negaranya dalam waktu yang sangat lama.
Pada awal
kemunculannya gejala ini dianggap fatal sebab dalam beberapa kasus telah
menyebabkan kematian. Seiring waktu, terungkaplah bahwa nostalgia bukan sebuah
penyakit. Pengertiannya berkembang dari sebuah kerinduan terhadap tanah
kelahiran ke kerinduan atas masa silam. Dengan demikian, nostalgia diketahui
sebagai perasaan sentimental saat seseorang merindukan afeksi atau perasaan
tertentu saat mengingat satu periode pada masa lalu.
Seorang Psikolog, Dr.
Wildschut, dilansir dari laman The Debrief, menyatakan bahwa seseorang
merasakan nostalgia karena beberapa alasan. Beberapa di antaranya yakni untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan psikologis seperti perasaan sepi dan perasaan tak
memiliki arti hidup. Artinya, nostalgia
menjadi respons kekebalan psikologis saat seseorang mengalami sedikit
benturan dalam perjalanan hidup. Saat ini, nostalgia seakan hadir secara
serentak dan dialami oleh banyak orang terutama oleh generasi milenial.
Gambar dari sini |
Generasi milenial
lahir dari rentang tahun 1980-2000. Generasi ini sering pula disebut sebagai
generasi Y, meneruskan penamaan atas generasi sebelumnya yakni generasi X.
Generasi milenial mencapai masa terbaiknya di tahun 90-an. Berdasarkan pendapat
Dr. Jean Twenge, seorang profesor psikologi dari San Diego State University di laman
Nationalpost.com diketahui bahwa generasi yang hidup di tahun 90-an adalah
mereka yang hidup di dekade terakhir yang baik -masa terakhir ekonomi
berkembang dengan cukup baik dan masa terakhir tiadanya ketakutan terhadap
ancaman-ancaman seperti terorisme. Secara umum dapat dikatakan bahwa generasi
milenial tumbuh di saat keadaan dunia tengah berada dalam kondisi cukup baik
dan kondusif di tahun-tahun awal 90-an.
Saat generasi milenial
beranjak dewasa, ia mendapati bahwa dunia di sekitarnya saat ini tidak lagi
menyuguhkan kenyamanan seperti saat ia kanak-kanak atua remaja. Dunia telah
berubah terlalu cepat tanpa bisa ia kendalikan. Bahkan, saat memasuki awal tahun
2000-an, generasi ini dihadapkan pada krisis ekonomi global yang kemudian
mengubah kehidupan dunia dengan cukup signifikan. Perkembangan teknologi yang
terlalu cepat pun mengakibatkan generasi ini mesti banyak berpacu dengan waktu.
Generasi ini kemudian tumbuh dalam roda hidup yang berputar serba cepat dan
menginginkan sesuatu yang kelewat instan. Di tengah kondisi depresif tersebut,
nostalgia seakan menjadi penawar yang ampuh untuk sejenak menengok masa silam
yang hangat, nyaman, dan tenteram.
Hal serupa barangkali
dialami pula oleh setiap generasi. Generasi Baby Boomers dengan era 60-an,
generasi X dengan era 80-an. Namun,
tentu saja terdapat beberapa perbedaan mengenai nostalgia-nostalgia tersebut.
Teknologi, barangkali, menjadi salah satu pembeda nostalgia generasi ini.
Meskipun di satu sisi teknologi merupakan penyebab generasi milenial
bernostalgia, teknologi pun menyuguhkan penawar berupa nostalgia.
Saat generasi ini
merasakan kesenjangan yang tampak dalam kehidupannya, ia dapat dengan mudah
mengakses hal-hal yang berhubungan dengan keindahan masa silam lewat teknologi
bernama internet. Ia pun bahkan dapat membagikan kegelisahannya itu di
instagram, facebook, dan media sosial lainnya sehingga perlahan terbentuklah
kesadaran berjamaah dalam wadah komunitas-komunitas media sosial. Keberadaan
teknologi ini agaknya yang menjadikan generasi milenial dinilai sebagai
generasi yang paling bernostalgia dibandingkan generasi sebelumnya.
Hal tersebut, bagi
saya, tidaklah begitu buruk. Nostalgia, seperti disarikan oleh Tom Stafford di
laman BBC, tidaklah mengubur seseorang dalam kenangan masa lalu, melainkan
membangkitkan semangatnya. Nostalgia membantu seseorang untuk menakar ulang
konteks diri, merancang tujuan dan hari esok dengan pandangan yang sarat akan
harapan. Nostalgia pun, di lain pihak, memicu kreativitas generasi milenial
ini. Komunitas yang terbentuk karena kesamaan ingatan atas masa silam kemudian
berkembang menjadi komunitas kreatif. Generasi milenial yang kini tengah berada
di tahap dewasa mampu memandang masa depannya dengan lebih optimis dan percaya
diri.
Di sisi paling lain,
hal-hal terkait 90-an kembali dimunculkan dengan perwajahan yang baru, dengan
kreativitas yang lebih segar. Pada titik ini, saya menemukan bahwa nostalgia
kini bukan sekadar menjadi penawar atas "guncangan" zaman yang sedang
dihadapi bersama-sama oleh generasi milenial melainkan sebuah target pasar yang
menjanjikan.
***
Saat saya mengetik
kalimat terakhir, saya kemudian menemukan kegelisahan lain. Bagaimana sebuah
perasaan sentimental seperti nostalgia kemudian tampak menggiurkan bagi pasar?
Hal-hal penuh nostalgia yang sedang dirasakan generasi milenial saat ini (termasuk
saya) barangkali sengaja disajikan? Demi menjawab keg
elisahan itu, ada
baiknya saya menulis postingan khusus mengenai nostalgia dan pasar.
Sampai jumpa di pasar,
eh maksud saya, di postingan selanjutnya!
0 komentar:
Posting Komentar