[Jurnal #4 , catatan
dari seorang penyuka budaya populer]
Pada postingan
sebelumnya, saya dengan (agak) ilmiah menjabarkan mengenai nostalgia dan
beragam alasan generasi milenial gemar bernostalgia. Pada akhirnya, saya masih
dihinggapi kegelisahan. Saya merasa bahwa nostalgia para generasi milenial
adalah lahan subur yang menjanjikan. Mengapa bisa demikian? Maksud saya,
mengapa nostalgia sangat ampuh menggaet hati para milenial di dunia pemasaran?
Oh iya, saya tidak
sedang menulis sebagai seorang pemerhati bisnis atau ekonomi. Saya menulis
sebagai seorang pengamat budaya populer saja :).
Iklan LINE dengan tokoh Rangga dan Cinta. Gambar dari sini |
Simaklah beberapa
amatan saya. Pada tahun 2014, iklan fitur teranyar Line yakni Find Alumni
mendadak tenar di kalangan warganet. Kehadiran tokoh Rangga dan Cinta dari film
Ada Apa Dengan Cinta dalam iklan itu menyedot perhatian penonton. Penonton
dibuat mengenang kembali kisah kasih Rangga dan Cinta dalam film yang tayang
tahun 2002 atau sekira dua belas tahun lalu.
Beberapa saat setelahnya, sekuel Ada Apa Dengan Cinta 2 pun tayang
dengan jumlah penonton yang terhitung banyak.
Kemudian, tahun 2016,
permainan berbasis android yakni Pokemonn Go mendapat sorotan luar biasa. Tentu saja, sebelumnya, para pengguna seakan
diingatkan kepada tayangan dan permainan Pokemon yang sempat tenar di era 90-an.
Pokemon Go kemudian menjadi salah satu permainan yang digandrungi oleh semua
kalangan sepanjang tahun. Di seluruh dunia.
Dua contoh yang saya
ambil di lingkup lokal dan global tadi sebenarnya berangkat dari hal yang sama:
nostalgia. Penonton Ada Apa Dengan Cinta atau pemain permainan Pokemon dibuat
mengenang kepopuleran film dan game tersebut pada saat mereka kanak-kanak atau
remaja. Secara psikologis, nostalgia merupakan mekanisme pertahanan diri yang
positif atas hal-hal buruk yang menimpa kehidupan seseorang seperti kesedihan
atau kesepian.
Nostalgia membuat
seseorang mengingat kembali hal-hal indah yang telah dilewati di masa silam.
Tentu saja, mengenang sejumlah kejadian manis di masa lalu akan membuat
seseorang tersenyum, menepis kebosanan dan menghilangkan kecemasan-kecemasan.
Perasaan-perasaan positif seperti inilah yang diinginkan oleh dunia pemasaran
sebab mampu menarik perhatian banyak orang terutama generasi milenial di era
modern yang serba gegas dan hiruk-pikuk.
Simaklah bahasan
Lauren Friedman di laman Forbes.com Menurutnya, menghidupkan kembali
memori-memori positif dari masa lalu beserta hal-hal menariknya adalah sesuatu
yang membahagiakan di tengah aneka rutinitas yang padat, ragam tanggung jawab
yang berat, dan kerumitan hidup lainnya. Saat seseorang senang atau tertarik
pada sesuatu, tentu saja ia akan lebih senang bertindak lebih untuk mencapai
sesuatu itu. Di titik ini, artinya, brand akan berhasil menyentuh pemirsanya di
tingkat yang lebih emosional (dan sentimental) saat meliibatkan nostalgia.
Nostalgia akhirnya dapat mendorong seseorang dan orang lain untuk menikmati
sebuah produk karena merasa terhubung dengan kenangan masa lampau yang
mengesankan itu.
Para pemain Pokemon
Go, misal, terdorong untuk bermain karena mereka bisa mengenang kembali
saat-saat bahagia di tahun 90-an, saat permainan tersebut hadir di masa
kanak-kanak mereka. Pun dengan film AADC 2 atau fitur Find alumni dari Line.
Mereka dapat menonton film atau menggunakan fitur teranyar Line tersebut sambil
mengenang sosok Rangga dan Cinta yang hadir di masa remaja mereka.
Pokemon Go (2016). Dokumentasi dari sini |
Lantas, apakah dengan
menghadirkan sesuatu dari masa silam di masa kini dapat sepenuhnya menggaet
para milenial pada sebuah produk? Saya rasa tidak semudah itu. Apalah artinya
kehadiran masa silam tanpa memberi kesan yang lebih berarti di masa kini. Artinya,
mesti ada keterkaitan, relevansi, atau konteks yang tepat antara masa lampau
dan masa kini. Jika tidak, semua perasaan nostalgia tersebut hanya menyuguhkan
kekosongan. Dalam hal ini, masih kata Lauren Friedman, produk yang menggunakan
nostalgia sebagai sebuah strategi mestilah mempertimbangkan kebaruan atau
sesuatu yang tengah berkembang di masa kini. Intinya, membuat sebuah kaitan
yang emosional menggunakan nostalgia sambil tetap menawarkan hal baru. Lihatlah
para pemain Pokemon Go. Mereka tentulah bernostalgia dengan permainan era 90-an
ini namun mereka pun terdorong atas sebuah kebaruan yakni permainan dengan
augmented reality. Perpaduan keduanya membuat permainan ini laris manis di
pasaran.
Hal serupa tampaknya
dapat kita temukan pula dari kemunculan Rangga dan Cinta. Selain bernostalgia,
pengguna aplikasi Line terdorong oleh inovasi fitur Find Alumni. Saat menonton
film AADC 2, barangkali, mereka pun terdorong oleh kebaruan yakni asyiknya bepergian
dengan travelling, menikmati tempat-tempat seni, atau menyimak puisi-puisi Aan
Mansyur.
Tren budaya populer
seperti busana, tayangan, permainan, dan musik seakan berulang atau sengaja
dibuat berulang sekira setiap sepuluh
atau dua puluh tahun. Nyatanya, nostalgia semacam itu dinilai sangat ampuh
memikat pasar, yakni generasi milenial. Selain alasan bahwa nostalgia mampu
menepis aneka perasaan depresif di era modern, perlu digarisbawahi bahwa
generasi milenial adalah pengguna media digital yang aktif dan pengguna
teknologi yang adaptif. Generasi ini, seperti dituturkan Tanya Dua dalam laman
Digiday.com, generasi perdana yang hidup terhubung dengan dunia daring secara
instan dan juga konstan. Generasi yang dilimpahi informasi dari berbagai
penjuru. Kesederhanaan yang generasi ini idamkan dari masa lalu mereka dapatkan
dari sebuah inovasi bernama teknologi. Selanjutnya, mari kita simak sekitar.
Bagaimana sensasi kembalinya Warkop DKI dalam Warkop DKI Reborn atau Power
Rangers The Movie membangkitkan nostalgia generasi milenial?
Sebentar. Nostalgia
yang lebih gegas kini terdapat dalam fitur on this day di Facebook atau
aplikasi Timehop. Apakah menurutmu, mereka lahir dari kenyataan bahwa generasi
milenial kini semakin senang mengenang?
Gambar dari sini |
2 komentar:
Serius banget euy teh Nurul mah jurnalnya. Tapi keren risetnya. Informatif pula.
Bung Irfan: Haha.Makasih, bung. Masih belajar dari orang-orang yang berkonsistensi kuat seperti Bun nih.
Posting Komentar