19 Maret 2019

GIRL TALK (2): KARINA

"Sil, aku benar-benar menyerah denganmu!"
Kamu mengakhiri perbincangan panjang kita sore itu padahal aku masih ingin menumpahkan semua beban di benakku. Aku merasa tak sanggup menanggungnya sendirian. Kupikir, kamu akan cukup menerima semua ceritaku sore itu.

"Kamu sungguh rumit. Aku bingung harus menghadapi kamu seperti apa, Sil. Aku sama sekali gak paham. Aku gak bisa beri kamu solusi" Lanjutmu. 
Buku di sekelilingmu masih kau biarkan berantakan. Biasanya, kau selalu merasa terganggu dengan hal itu. Di semua sudut perpustakaan ini, rasanya kau adalah satu-satunya pengunjung paling bingung mencari buku referensi atas masalah di pikiranmu. Sialnya, masalahmu itu kini adalah aku.
"Aku hanya ingin cerita ke kamu, Rin. Kamu cukup ada buatku aja" terangku.
"Gak bisa, Sil" kamu menggelengkan kepala lalu perlahan membereskan meja. Kali ini mungkin kamu merasa makin terganggu dengan kekacauan yang sedang kau hadapi: buku-buku di sekitarmu juga aku dengan raut wajah dan pikiran yang semrawut. "Sederhananya kan begini, kamu datang dengan masalahmu kepadaku lalu kita sama-sama cari inti permasalahannya. Kemudian, kita pecahkan bersama-sama. Lalu, masalahmu selesai" 
Ah, Karina, aku tahu itu. Tapi kenyataannya sungguh tak semudah itu. Aku pun bukan tak mencoba memahami hal ini sebelumnya. 
"Aku pun kadang gak tahu kenapa bisa begitu, Rin" ujarku.
"Nah! Aku gak bisa kalau kamu seperti itu, Sil. Kamu harus tahu muasalnya lalu kita cari bersama-sama jalan keluarnya" terangmu.
Aku menyenderkan punggungku ke kursi sambil menarik napas panjang. Aku terdiam lama. Aku sungguh ingin sekali kamu jadi teman yang bisa aku temui saat aku terluka dan begini hilang arah. Di kota yang garang ini, agak sulit untuk hidup waras dan wajar seorang diri. Aku butuh kawan yang bersedia ditemui untuk berbagi cerita. Namun sayang, kamu menolak hal itu. 
Aku sungguh paham kini. Tak semua orang bersedia mendengar ceritamu. Tak semua orang mau tahu bagaimana rumitnya menjalani hari-hari yang berat seorang diri. Aku tak bisa mengubah cara orang seperti itu melihatku dan hal-hal yang kurasa berat itu. Aku sungguh tak bisa memaksa orang seperti itu memahami aku. Sebagian orang hanya akan memilih berkawan dengan yang memberi banyak kebaikan dan keuntungan baginya. Tidak dengan orang yang berlimpah keruwetan sepertiku. Tidak pula dengan orang yang selalu ingin punya kawan bercerita sepertiku. Aku sungguh harus mulai mampu menerima itu walaupun semuanya terasa begitu berat. Agaknya, memang lebih baik jika kita hanya berkawan saja. Seseorang yang ku kenal baik untuk berdiskusi panjang lebar tentang ribuan judul buku. 

"Rasanya, aku tak bisa lagi berbicara banyak denganmu apalagi tentang kesedihanku padamu, Rin. Sepertinya kita hanya akan cocok berbincang di forum diskusi" ujarku lirih.
"Ya sudah. Ide bagus sepertinya. Maaf jika ternyata aku tak bisa kau percaya lagi. Aku sungguh merasa lebih baik saat kau tidak lagi mencariku dan menceritakan kesedihanmu jika sebenarnya kau tak betul-betul paham harus bagaimana." jawabmu lugas.
Aku membereskan buku-bukuku dan bersiap beranjak dari tempatku. Berat sekali rasanya. Agaknya, air mata yang di awal aku tetaskan di hadapan Karin kini mulai berjatuhan lagi. Aku sapu pelan-pelan tangisku dan kusembunyikan dengan sapu tanganku. Sebelum aku benar-benar meninggalkan Karin, aku menoleh dan berkata padanya. 

"Belajarlah melembutkan hatimu, Karin. Sesekali, cobalah untuk sedikit berempati atas kedalaman hati orang lain. Hidupmu tak melulu perkara teori sebab-akibat"


My dearest friend... I don't want you to totally fix my broken heart. I just want you to hold my hand warmly while I fix my heart by myself.





 *) Terima kasih untuk Adikku Sara Fiza ats obrolan yang mendasari cerita ini. Stay strong!

0 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.