19 Maret 2019

GIRL TALK (3): NANDEA

"Panggil Sisil aja." Jelasku saat berjumpa denganmu di kantin dekat kantor siang itu. Aku bertemu denganmu saat sama-sama mengikuti pelatihan bagi pengajar baru di sebuah tempat kursus bahasa di Bandung. Kamu satu-satunya yang senasib denganku, kurasa. Sama-sama baru bergabung dan sama-sama berusia nyaris 30 --di antara rekan kerja lain yang sudah senior. Poin kedua sungguhlah penting. 
"Aku Dea. Semoga betah, ya, di tempat kerja baru ini. Aku juga baru kok" Jawabmu.
Tentu aku akan merasa punya kawan bercerita di tempat baru ini. Terlebih, kita satu angkatan. Terlebih lagi, tampaknya kamu punya minat yang sama denganku.  

"Kamu suka nonton film di festival film indie gitu, gak, Dea?" tanyaku
"Enggak, sih. Aku suka nonton film yang sudah tayang di bioskop aja."
"Wah, apa film yang baru ditonton?"
"A Star is Born! Bagus itu. Lagunya juga enak. Eh, eh, kamu suka jenis lagu apa, Sil?"
"Variatif, sih. Kebanyakan yang kalem-kalem. Aku juga suka lagu jadul. Ya, beragam lah. Asal bukan dengerin mars Perindo aja" kelakarku. Aku mencoba memecah suasana yang mulai kaku kala itu. 
Kamu ternyata membalasnya dengan tersenyum simpul sambil rada ngahuleng.
Oh, baiklah. Sepertinya candaanku tak cocok buatmu. 

Perbincangan kita pun mengalir begitu saja sepanjang jam makan siang. Tepatnya, sampai makanan kita sama-sama habis. Kita membicarakan hal-hal yang ternyata begitu umum. Tentang almamater masing-masing, pengalaman-pengalaman pekerjaan sebelumnya, dan cuaca yang mulai panas di luar sana. Aku menangkap bahwa kamu tampak sangat berhati-hati berbincang denganku. Entahlah, mungkin karena kita benar-benar baru saling kenal. Sebenarnya, kamu tampak menganalisis aku. 

"Kamu pulang naik apa, Sil?" tanyamu di akhir perbincangan kita. Sepertinya kamu sudah ingin bergegas dengan urusan lainmu. Padahal aku masih ingin berbincang denganmu tentang Lady Gaga dan Bradley Cooper di film yang kamu tonton. Tapi baiklah, nanti saja. 
"Kayaknya... Aku naik elang. Hehe" jawabku usil. 
"Oh damri Elang-Jatinangor? Emang lewat, ya?" jawabmu datar.
Detik itu aku sungguh ingin tertawa tapi takut dosa. Elang yang kumaksud adalah benar-benar elang. Elang yang secara denotatif merupakan makhluk hidup yang bisa terbang. Sebenarnya, maksud lebih jauh lagi adalah elang di serial Tutur Tinular. Aku sedang bercanda, wahai, Dea. Sepertinya kamu tidak paham.
Ya sudahlah. Kututup saja dengan  "Eh, pakai ojek onlinedeh."
Cukup sekian dan terima gaji. 

Maafkan jika ternyata aku banyak bicara dan bercanda. Atau, aku sebenarnya terlalu pendiam dan canggung? Aku sungguh tak bermaksud buruk. Aku hanya sedang sangat berupaya menjaga perbincangan kita agar tetap baik dan aku jadi orang yang cukup ramah buatmu. Kamu mungkin tak menyangka bahwa usaha untuk terlihat begitu ramah dan ceria di depan orang lain yang baru kutemui adalah sebuah hal yang tak pernah mudah. Aku selalu punya banyak hal berjejalan di kepala. Tentang apapun. Overthinking katanya. Oleh sebab itu, selepas pertemuan demi pertemuan dengan rekan baru, aku seperti menjadi seorang pemikir ulung yang begitu keras  memikirkan segala detail tentang pertemuan yang telah terjadi. Termasuk pertemuan kita.  

Selepas obrolan kita di jam makan siang itu, aku terus berpikir:
"Apakah caraku menyapamu aneh?"
"Apakah caraku mempersilakanmu duduk terlihat buruk?"
"Apakah tali sepatuku cocok?"
"Apakah caraku membetulkan kacamata terlihat mengganggu?"
"Apakah candaanku berlebihan atau bahkan terlalu garing?"
"Adakah hal yang salah kuucapkan?"
"Apakah tadi seharusnya aku membicarakan masa poskolonial dan pengaruhnya terhadap perkembangan sebuah masyarakat kota? Atau membicarakan evaluasi perkembangan indeks harga saham gabungan?" Haha.
"Apakah caraku mengakhiri obrolan terlalu kaku?"
Dan...Begitu seterusnya.

Anehnya, aku selalu merasa  bahwa aku senang bertemu kawan baru. Mungkin hal ini serupa hate-love relationship. Aku malah berulang mengikuti sebuah kegiatan baru yang sebelumnya tak aku ikuti dengan harapan bertemu orang-orang yang tak pernah kutemui dan mereka pun tak mengenaliku. Aku selalu ingin tahu sejauh mana aku mampu beradaptasi dengan lingkungan baru kendati hal itu begitu menguras tenaga dan pikiran. 

Ah, apapun yang telah terjadi atau bagaimana pun jadinya pertemuan kita itu, kuharap kita bisa terus berkawan. Selamanya.
Semoga perbincangan kita bisa berlangsung baik seterusnya. Semoga tidak kapok bertemu aku.
Jika kau luang, sepertinya kita bisa ngobrol dan ngopi lagi.
yuk?

Oh, iya! Aku tidak akan menyinggung mars Perindo dan elang Tutur Tinular lagi. 




xxx

1 komentar:

Sukma mengatakan...

Yang ini sungguh memantik jiwa ragaku untuk tertawa tergelak 🤣🤣🤣

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.